RAMADHAN DAN “PEMBUMIAN” SYARIAT ISLAM
Oleh Wendi Dermawan
Shaum Ramadhan merupakan salah satu syiar Islam yang berfungsi untuk menundukkan hawa nafsu. Apabila suatu perbuatan tidak tunduk pada wahyu Allah maka hakikatnya perbuatan tersebut adalah mengikuti hawa nafsu belaka. Begitupun tatkala kita memecahkan segala bentuk persoalan kehidupan (dari mulai pribadi hingga masalah kenegaraan) berdasarkan aturan-aturan manusia atau logika manusia; itu juga hakikatnya mengikuti hawa nafsu. Antara hawa nafsu dan wahyu jelas bertolak belakang. Hawa nafsu bertentangan dengan wahyu. Wahyu adalah segala sesuatu yang diturunkan Allah Swt. kepada Rasulullah untuk dijadikan pegangan hidup, sedangkan hawa nafsu yaitu segala sesuatu yang lahir dari selain wahyu. Allah Swt. berfirman:
]وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى% إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى[
Tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran dan as-Sunnah) menurut kamauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS an-Najm [53]: 3-4).
Dengan demikian, setiap Muslim harus siap menundukkan hawa nafsunya saat memasuki bulan Ramadhan. Kepatuhan seorang Muslim hanyalah kepada Allah yang diwujudkan dalam mematuhi dan menerapkan seluruh hukum-hukum-Nya. Sebaliknya, ia harus meninggalkan segala perbuatan yang melanggar syariat Allah apalagi menghalang-halangi diterapkannya syariat Allah itu, baik dengan menekan dakwah, memata-matai para aktivis Islam, menuduh mereka teroris kemudian menangkapnya, menyebarkan propaganda keji terhadap Islam dan aturannya, dan sebagainya. Seorang Muslim juga harus menolak dan meninggalkan tsaqâfah asing (yang lahir dari hawa nafsu manusia) yang jelas-jelas bertentangan dengan tsaqâfah Islam (yang berasal dari wahyu Allah Swt.) seperti sekularisme, nasionalisme, demokrasi, pluralisme, dan paham-paham sesat lainnya.
Jadi, hakikat menundukkan hawa nafsu adalah kembalinya manusia pada syariat Islam dalam setiap segi kehidupan; dari mulai masalah pribadi hingga masalah sosial, politik, ekonomi, pemerintahan, dll.
Ramadhan: Sarana Peningkatan Ketakwaan
Allah Swt. berfirman:
]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ[
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. (QS al-Baqarah [2]: 163).
Takwa, sebagaimana yang didefinisikan oleh para shalâfus-shâlih, adalah sikap takut kepada Allah Yang Mahaagung (al-Jalîl), menerapkan wahyu yang diturunkan-Nya (at-Tanzîl), dan mempersiapkan diri menghadapi Hari Kematian (ar-Rahîl). Sikap takut inilah yang mampu membuat seorang Muslim dekat dengan-Nya dan tunduk pada perintah-perintah-Nya. Siapa saja yang mengkaji Al-Quran dengan baik, ia akan menyimpulkan bahwa orang yang bertakwa dalam kehidupannya senantiasa dipimpin oleh syariat Allah, yang salah satu sumber utamanya yaitu al-Quran. Allah Swt. berfirman:
]الم% ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ[
Ali lâm mîm. Kitab ini (al-Quran), tidak mengandung sesuatu yang meragukan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. (QS al-Baqarah [2]: 1-2).
Dari ayat tersebut dapat dipahami, bahwa orang yang bertakwa akan selalu menjadikan Al-Quran sebagai cahaya dan petunjuk hidupnya (way of life) dalam menyelesaikan berbagai problem kehidupannya sendiri maupunn persoalan yang terkait dengan manusia lainnya. Seorang Muslim akan menjadikan Islam sebagai landasan pemikiran (qâ‘idah fikriyyah)-nya sekaligus sebagai kepemimpinan dalam berpikir (qiyâdah fikriyyah)-nya. Dengan itulah ia akan menjadikan Islam saja sebagai penuntun hidupnya di dunia ini.
Ramadhan: Bulan Penyatuan Perasaan Umat
Shaum Ramadhan merupakan salah satu syiar Islam yang menyatukan seluruh kaum Muslim dari ufuk barat hingga ufuk timur. Shaum Ramadhan juga senantiasa mengingatkan kita bahwa tuhan kita adalah satu, Allah Swt.; agama kita satu, Islam; kiblat kita satu, Ka’bah; dan yang menjadi perhatian kita satu, yaitu kondisi kaum Muslim di seluruh dunia. Hal ini semakin menyadarkan kita bahwa pada hakikatnya kita merupakan satu umat yang berbeda dengan umat manusia lainnya. Namun kenyataannya, kaum Muslim saat ini, yang berjumlah kurang lebih 1,5 miliar, terpecah-belah oleh paham-paham yang sesat (pasca runtuhnya Khilafah Utsmani), seperti nasionalisme, patriotisme, fanatisme golongan dan mazhab; atau terpecah-belah oleh kemaslahatan duniawi, harta-benda, penghormatan kepada manusia, dan sebagainya.
Selain itu, kaum Muslim saat ini tidak hentinya dihadapkan pada berbagai makar dan rekayasa Barat yang bernafsu untuk menikam Islam dan kaum Muslim. Mereka, misalnya, mendiskreditkan Islam dan kaum Muslim dengan berbagai julukan negatif seperti “fundamentalisme”, “radikal”, “teroris”, dan sebagainya. Julukan-julukan tersebut biasanya selalu mereka alamatkan kepada kaum Muslim yang konsisten dengan upaya mereka untuk menerapkan dan melaksanakan syariat Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka.
Saat ini kaum Muslim adalah pihak yang dituduh atau dijadikan sebagai kambing hitam dari perilaku keji AS dan negara-negara kafir sekutunya. Kaum Muslim tengah digiring oleh AS untuk saling membenci dan bertikai satu sama lain yang menyebabkan mereka tak mempunyai kekuatan untuk bersatu dan melawan mereka. Bulan Ramadhan kali ini (begitu juga dengan tahun-tahun sebelumnya) selalu dibumbui oleh penghianatan para penguasanya dan ketundukan mereka kepada kaum kafir serta terhadap berbagai tipudaya kaum kafir melawan Islam.
Kondisi inilah yang sudah seharusnya membangunkan mereka yang setelah sekian lama tertidur pulas. Sudah saatnya kaum Muslim menggeliat, bangkit dari keterpurukannya. Shaum Ramadhan sudah selayaknya dapat menyatukan perasaan kaum Muslim dalam kesatuan perasaan dan tujuan. Shaum Ramadhan sudah saatnya semakin memperkuat kesadaran kita akan kondisi kaum Muslim yang sangat jauh dari gambaran ideal sebagaimana kaum Muslim terdahulu yang begitu agung. Shaum Ramadhan kali ini sudah selayaknya pula semakin menambah keinginan dan semangat kita untuk mewujudkan umat ini sebagai sebaik-baik umat yang telah dipilih Allah untuk menjadi saksi atas seluruh manusia.
Ramadhan: Bulan Diturunkannya al-Quran
Al-Quran adalah pedoman dan petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi kaum Muslim saja. Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia yang mengimaninya, merupakan dalil-dalil (argumentasi) yang jelas dan tegas bagi mereka yang memahaminya; juga sebagai pembeda antara yang haq dan yang batil, yang halal dan yang haram. Allah Swt. berfirman:
]شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ[
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu (bayyinât), dan pembeda (furqan) (antara yang haq dan yang batil). (QS al-Baqarah [2]: 185).
Al-Quran tidak hanya sekadar untuk dibaca dan dihapalkan saja, melainkan harus dipahami dan selanjutnya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Yang tertanam dalam hati dan pikiran kita ketika mendengar atau membaca al-Quran adalah, “Kami mendengar dan kami patuh!” Inilah prinsip yang harus kita pegang.
Pada bulan Ramadhan, Allah Swt. bukan sekadar memerintahkan kaum Muslim shaum agar bertakwa, melainkan juga menurunkan al-Quran sebagai sumber aturan untuk mencapai takwa tersebut.
Walhasil, sudah saatnya kita merasakan bulan Ramadhan kali ini sebagai tonggak penerapan syariat Islam. Sudah saatnya pula kita mengakhiri keterpurukan kondisi kaum Muslim dengan bersatunya umat ini dalam suatu ikatan perasaan, pemikiran, dan aturan yang sama, yaitu aturan Allah Swt. Pada bulan suci ini juga, mari kita taqdîs-kan Allah Swt. dengan menerapkan dan melaksanakan aturan-Nya dalam seluruh lini kehidupan. []
Penulis, Mahasiswa FISIP UNPAD, tinggal di Sumedang.